IKLIM ETIKA

Menurut Victor dan Cullen (1987) iklim etika organisasi (organizational ethical climate) adalah persepsian dan penerimaan individu-individu terhadap praktik dan prosedur yang ada dalam organisasi karena etika yang muncul di dalam organisasi akan sangat berpengaruh terhadap perilaku dan pengetahuan individu untuk mencapai kinerja yang baik. Maka dengan itu menurut Tseng dan Fang (2011) iklim etika organisasi sangat terkait dengan manajemen pengetahuan karena individu dapat berdiskusi dan berbagi pengetahuan yang dimiliki jika iklim etika yang muncul dalam organisasi dapat mendorong individu-individu untuk berbagi pengetahuan sesama mereka dengan baik melalui teknik dan cara tertentu. Praktik etika dalam organisasi kemudian dikembangkan oleh Appelbaum et al. (2005) dengan menyatakan bahwa iklim etika organisasi memberi kontribusi yang signifikan terhadap hubungan kerja dan pembentukan perilaku yang baik karena iklim etika organisasi merupakan seperangkat nilai dan norma yang dapat membimbing tindakan karyawan. Iklim etika organisasi dapat mendorong terciptanya perilaku yang etis dan sebaliknya juga dapat mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis dalam organisasi sehingga akan menyebabkan terjadinya penyimpangan etika dan perilaku di tempat kerja yang dapat mempengaruhi perilaku berbagi pengetahuan. Victor dan Cullen (1987 dan 1988) menyatakan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan. Pertama, terciptanya budaya perusahaan yang baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management). Ketiga faktor tersebut terjadi karena adanya beberapa interaksi yakni kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok yang mana terdiri dari egoism yaitu sifat yang mengutamakan kepentingan sendiri sama ada kepentingan individu, organisasi atau masyarakat, kemudian iklim etika yang terdiri dari benevolence merupakan sifat yang mengutamakan kepentingan dengan orang lain yang terdiri dari persahabatan, kerjasama tim dan tanggungjawab sosial, setelah itu principle yang bersifat mengutamakan kepercayaan, peraturan, prinsip serta kode etik individu, organisasi atau masyarakat yang terdiri dari moralitas pribadi, aturan dan prosedur, dan undang-undang serta kode etik profesional (Victor dan Cullen 1987;1988 dalam Van Sandt et al. 2006). Pada sektor publik hal yang menonjol dari persepsi individu tentang iklim etika di organisasi mereka adalah terkait dengan peraturan dan kode etik (law and code) serta tanggungjawab sosial (social responsibility) sedangkan untuk sektor swasta, persepsi individu adalah lebih kearah efisiensi (efficiency) dan moralitas pribadi (personal morality). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tseng dan Fan ini, iklim etika yang terdiri dari kepentingan pribadi, tanggungjawab sosial, dan undang-undang serta kode etik profesional dimasukkan sebagai pendahulu (antecedent) dari manajemen pengetahuan yang mana ketiga iklim etika ini muncul dalam organisasi tersebut dengan mengacu pada persepsian anggota organisasi terkait pola perilaku yang dibentuk oleh nilai-nilai umum dan keyakinan serta norma–norma individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut yang memberi dampak terhadap manajemen pengetahuan dan job performance. INTEGRITAS ORGANISASI Integritas merupakan kesadaran terpadu yang diperoleh dari penghayatan mendalam akan suatu proses yang pernah dialami, melampaui kreatifitas, nilai, intuisi, emosi dan daya analisis-rasional. Integritas bisa memunculkan gema, medan gaya-energi, kreatifitas, kebanggaan dan dapat diinteraksikan kepada orang lain dalam hubungan individual, kelompok, dan keorganisasian. Integritas merupakan ciri watak manusia yang patuh pada prinsip-prinsip moral dan etika, dalam keadaannya yang menyeluruh, penuh dan utuh. Seorang pemimpin berintegritas adalah pemimpin yang membuat komitmen dan setia kepada komitmen itu sendiri, kendati ia harus menanggung resiko. Integritas merupakan pondasi dalam merancang kinerja yang optimal diseluruh aspek organisasi. Inilah yang menjadi pokok terbentuknya kerjasama yang solid dalam tubuh organisasi. Integritas tidak hanya menjadi pegangan bagi seorang pemimpin dalam bertindak, tapi juga bagaimana integritas itu totalitas bagi seluruh anggota dan bawahan, sehingga kebulatan akan terintegrasi dalam tujuan organisasi tersebut. Tidak dapat dipungkiri, begitu besar pengaruh integritas yang kokoh dalam organisasi. Bagaimana tidak, kejujuran, kewibawaan, aktualisasi diri, kredibilitas, dalam afiliasinya, menjadi jiwa untuk menghidupi tubuh organisasi. Setaip bagian harus terpateri dalam membangun karakter yang dapat dipercaya. Walaupun pada kenyataannya hal ini terkadang tidak disadari secara mendalam, namun komitmen yang utuh akan terus mebangkitakan kesadaran akan pentingnya membangun integritas, baik individu, maupun kelompok. -Stephen R. Covey- Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. -Denis Waitley- Integritas berarti kita melakukan apa yang kita lakukan karena hal tersebut benar dan bukan karena sedang digandrungi orang atau sesuai dengan tata krama. Gaya hidup, yang tidak tunduk kepada godaan yang memikat dari sikap moral yang mudah, akan selalu menang. Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders). Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Dalam kajian organisasi, manajemen isu cenderung dilakukan banyak pendekatan, namun salah satu yang cukup populer adalah pendekatan terintegrasi (engagement approach), yang diperkenalkan Taylor,Vasques dan Doorley (2003). Pendekatan terintegrasi menegaskan, dialog aktif atau keterlibatan antara organisasi dan publik merupakan cara yang paling efektif dalam mengelola isu. Konsep terintegrasi (engagement) dalam konteks ini mengacu kepada pemahaman bahwa stakeholder relevan dipertimbangkan dan dilibatkan, dalam keputusan organsiasi. Ada tiga asumsi penting yang berkaitan dengan pendekatan terintegrasi. Pertama, semua organisasi berusaha memaksimalkan hasil atau outcome mereka. Manajemen isu membantu organisasi tumbuh dan bertahan hidup karena memberikan organisasi alat untuk memaksimalkan peluang. Bagaimana pun kepentingan organisasi tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Oleh karena itu, pendekatan integrasi mengedepankan pemahaman, bahwa kepentingan organisasi dikontekstualisasikan oleh hubungan dengan beragam publiknya. Kedua, pendekatan integrasi yang menjelaskan kepentingan publik merupakan konsekuensi yang muncul dikarenakan asumsi pertama. Dalam pendekatan ini, publik dilihat sebagai sumber daya dengan mana organisasi bergantung. Ketiga, pendekatan integrasi menghargai nilai hubungan. Pendekatan terintegrasi merupakan pendekatan yang mengintegrasikan kepentingan organisasi dan public dan mencermati bagaimana proses komunikasi memainkan peran krusial dalam menyelesaikan isu.

Comments

Popular Posts