NANTIKANKU DIBATAS WAKTU
Suara kodok dan desahan orang yang
sedang tidur turut meramaikan suasana kamar kost yang berukuran 2 X 3. Cuaca
dingin menambah kesyahduan malam itu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 00.00
dini hari. Irsya belum juga bisa memejamkan mata. Tetap pada kesibukannya
memandangi laptop dengan lembar kerja Microsoft word. Ada beberapa patah kata
yang tertulis dalam lembar kerja itu. Sebuah kejadian yang baru dia alami,
tentang sebuah kesiapan yang menjadikannya bimbang tak menentu.
Irsya adalah seorang akhwat atau
seorang muslimah, mahasiswa semester 3 di salah satu perguruuan tinggi universitas
di Yogyakarta fakultas ekonomi. Irsya adalah aktivis di berbagai organisasi
dalam dan luar kampus. Segala aktivitasnya selalu yang berhubungan dengan syiar
ISLAM. Semangatnya begitu luar biasa dan selalu aktif dalam kegiatan sosial. Ia
adalah anak sulung dari empat bersaudara, berasal dari salah satu daerah yang
ada di Sumatera. Irsya lah harapan bagi adik-adiknya bahkan ibu dan ayahnya.
Ayah dan Ibu Irsya hanyalah seorang buruh tani
yang penghasilannya hanya pas-pasan untuk makan sehari-hari. Kuliah pun
Irsya mendapat beasiswa secara penuh selama 4 tahun karena prestasi di bidang
akademik yang luar biasa. dari SD Irsya selalu mendapatkan prestasi yang sangat
memuaskan.
“Ukh…
Tunggu ana ya” pagi-pagi muncul di layar HP Nokia, tersemat nama salah seorang
aktivis kampus.
Irsya
sungguh kaget mendapatkan sms yang tidak wajar itu. Ikhwan itu memang sudah ia
kenal karena berada dalam satu fakultas dan dalam beberapa organisasi yang
sama. Ya..ikhwan itu adalah ketua bidang kewirausahaan yang bernama ian di
salah satu organisasi di kampus. Ikhwan yang mempunyai semangat dakwah yang
kuat dan selalu aktif juga dalam mensyiarkan Islam. Ikhwan ini juga yang
diam-diam sempat membuat hati Irsya kagum pada sosoknya dan masuk kriterianya
sebagai pendamping hidup. Dengan hati yang penuh tanya dan dengan nada datar
Irs ya menjawab pesan itu.
“Tunggu apa Akh? Ana kurang paham dengan sms antum”
“Pokoknya tunggu ana Ukh, InsyaAllah anti akan tahu jika memang sudah
waktunya.” Timpal Ikhwan itu dengan hati yang mendebarka.
Gemuruh
hati Irsya mulai memuncak. Tanda tanya besar dengan jawaban ikhwan itu. Tak
disangka oleh Irsya. Irsya pun sulit mencerna apa maksud ikhwan itu. Beberapa
saat Irsya sempat hanyut dengan pikiran-pikiran yang dibuatnya. Untunglah Irsya
cepat tersadar lalu beristghfar dan memutuskan untuk mengakhiri sms itu.
“Oh..ya akh. Afwan ana sedang ada kerjaan. Iya di tunggu saja kabar dari antum.
Afwan” Terkirimlah pesan penutup itu.
Irsya
masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Apa maksud dari ikhwan itu? Tak bisa
dipungkiri hati Irsya yang notabenenya adalah seorang akhwat pastilah tersipu
dengan isi sms itu. “Jika memang sudah waktunya” “Tunggu ana” hm… inilah yang
menjadi pertanyaan. Irsya mulai berpikir macam-macam dengan isi sms itu. Ada
banyak kemungkinan-kemungkinan yang sempat melayang di pikirannya. Apa iya
tentang sebuah kesiapan menuju pelaminan atau hanya sekedar kesiapan dalam hal
lain di organisasi misalnya, lalu tunggu, apakah ada info yang mengejutkan
tentang kuliah, tentang beasiswa atau apa??? Irsya hanya bergumam sendiri
sesaat setelah mendapat sms itu.
Tak ingin terbuai dengan kabar
yang belum jelas itu, akhirnya Irsya memutuskan mempersiapkan presentasinya
untuk beberapa mata kuliah hari ini. Bergegas Irsya mengambil draft yang telah
di persiapkan lalu membuka Laptop dan mulai mencari Power point presentasi yang
ia buat semalam. Irsya mencoba mengalihkan pada presentasinya.
Jam
Dinding menunjukkan pukul 06.30. Suara teman sekamar Irsya tiba-tiba menegurnya
“Sya, kamu gak mandi dulu? Udah setengah 7 nih. Kamu ada kelas setengah 8 kan?”
Cepat Irsya melirik jam yang ada di Laptopnya dan terbelalak.
“Iya Put… maksih ya udah diingatkan. Aku terlalu fokus sama bahan presentasi nanti” Sahut Irsya.
“Ya..udah sana mandi. Biar aku yang beresin kamar.” Tawar Putri.
“Ok..sip.. makasih ya Put”
Tepat
pukul 07.15 Irsya selesai dengan persiapannya. Langkah tegap dengan tas punggung
yang tampak berat siap ia gerakkan. “Assalamu’alaikum Put, Aku ke kampus dulu
ya” teriaknya sambil jalan. Sepanjang jalan Irsya membaca hand out
presentasinya. Membaca kembali isi presentasi yang nanti akan dilakukannya di
depan kelas.
Hari
sudah mulai senja. Irsya baru saja keluar dari kelas. Hari ini hari yang
melelahkan buatnya, karena ada 9 SKS yang harus Ia lalui dengan beruntun. Adzan
Ashar mengantarkannya keluar dari ruangan kelas dan langsung menuju Masjid
kampus. Ia ingin segera membasuh wajahnya dengan air wudhu.
“Benar-benar hari ini menguras tenaga ku Put, 9 SKS dengan mata kuliah full
praktek.” Curhatan Irsya ketika bertemu Putri di tempat wudhu akhwat.
“Tetap semangat Sya, udah cepat ambil wudhu. Ntar keburu iqomah. Aku duluan
ya.” Sambil meninggalkan Irsya di tempat wudhu menuju lantai 2 Masjid kampus.
Sholat Asharpun telah berakhir. Irsya dan Putri memutuskan untuk segera pulang
ke kostan. Sore ini mereka tidak ada kegiatan di organisasi maupun di tempat
lain. Mereka berdua turun dari tangga akhwat menuju serambi lantai 1 tempat
ikhwan. Segerombolan ikhwan masih ngobrol di tangga-tangga. Entah apa yang
mereka bicarakan yang pasti seperti kebiasan akhwat saja. Irsya dan Putri
memberanikan diri lewat disamping gerombolan ikhwan itu menuju tempat sepatu.
Ketika mengambil sepatunya, Irsya tak
sengaja menangkap wajah seseorang yang saat itu juga tengah melihatnya.
Ya..ikhwan itu adalah yang mengirim sms tadi pagi. Semburat senyum terlihat
pada wajah ikhwan saat mereka saling melihat. Terpaksa dengan salah tingkah
Irsya membalas senyum itu ala kadarnya lalu kembali menunduk dan berjalan
meletakkan sepatunya sebelum ia pakai. Tentu getaran yang luar biasa kala itu.
Cepat-cepat Irsya melangkah meninggalkan masjid tanpa menoleh lagi kemana-mana
dan terus berdzikir. Putri yang tidak sadar dengan perubahan sikap Irsya hanya
mengikutinya dari belakang.
Sesaat setelah sampai kost, HP
Irsya bergetar. Dikeluarkannya dari dalam saku roknya. Ternyata dari ikhwan itu
lagi. Cepat-cepat Ia buka.
“Asslm.. Ukh, Afwan, kalau ada waktu bolehkah ana berbicara dengan anti?”
Dengan cepat kilat, Irsya menekan
tombol replay lalu mengetik huruf demi huruf.
“Wa’alaikumsalam. Berbicara mengenai apa akh? Kapan?”
“Lebih baik ana komunikasikan nanti saja saat kita bertemu. Untuk waktunya anti
bisanya kapan? ana menyesuaikan. Oh..ya nanti anti ajak mahram anti ya.”
“Oh..iya akh. InsyaAllah ahad ba’da ashar ana kosong.”
“Baiklah. InsyaAllah ahad sore di masjid kampus saja ukh.”
“Iya. InsyaALLAH.”
Begitulah
singkatnya. Irsya mengiyakan pertemuan itu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya
akan dijadikan topik dalam pertemuannya nanti. Yang pasti Irsya ingin tahu apa
yang menjadi niatan ikhwan itu hingga mengajaknya bertemu. Sepanjang sore itu
Irsya tak bisa lepas dengan hal itu. Selalu timbul pertanyaan dan pertanyaan.
Hari ini adalah hari kamis berarti dua hari lagi. Gumamnya.
Hari
yang telah ditentukanpun tiba. Ahad selepas ashar Irsya menuju masjid kampus.
Saat itu Ia baru saja selesai kegiatan bhakti sosial yang diselenggarakan salah
satu organisasi yang Ia ikuti. Jam tangan menunjukkan pukul 15.00 dan saat itu
juga Irsya masih dalam perjalanan di angkot. Pikirnya pasti akan terlambat.
Langsung Ia mengeluarkan HP dan mencari nomor seseorang di kontak HP nya. Ia akan
sms Putri dulu yang sore itu akan menemaninya menemui ikhwan itu.
“Put.. aku masih di perjalanan.
Kayaknya jam empat baru sampai masjid. Kamu ke masjid dulu ya. Tunggu aku di
masjid aja. Macet banget ini.”
Sending massage. Dan beralih pada kontak selanjutnya. Kontak ikhwan itu
pilihannya.
“Afwan Akh, ana terlambat datang. Ana baru saja selesai kegiatan di luar. Ini
baru menuju kampus. Kira-Kira jam empat baru sampai. Afwan terlambat.” Cepat
Irsya mengirimkan pesan itu.
“Iya Ukh, tak apa. Ana tunggu di Masjid
saja”
Putri
saat itu sudah berada di Kampus menunggu datangnya Irsya. Pukul 15.45 ternyata
Irsya sudah sampai Masjid Kampus. Bergegas Ia mengambil air wudhu dan Sholat
Ashar di masjid lantai 2. Selepas sholat Ia mengambil HPnya kembali dan
mengirim SMS Ikhwan itu.
“Antum dimana? Ana sudah di masjid.”
“Di serambi lantai 1 ukh, sebelah utara. Di sini saja ya. Ana tunggu.”
Irsya beranjak dari duduknya dan
mendekati Putri yang sedang asyik tilawah Al-qur’an.
“Put.. yuk.. ke bawah. Dia ada di serambi lantai 1.” (Sambil tetap berdiri dan
menampakkan wajah tegang dengan nada suara yang sedikit bergetar)
“Sekarang Sya? Kamu jangan gugup gitu lah.. kelihatan tau.” Putri bernada
meledek.
Irsya hanya diam tak berminat menanggapi candaan
Putri yang dari pagi tadi gencar Ia lakukan. Irsya hanya tersenyum tipis dan
kembali mengontrol dirinya agar tak kelihatan gugup. Perlahan kedua akhwat itu
turun dari tangga menuju tempat ikhwan dan temannya berada. Semakin grogi yang
dirasakan Irsya saat itu. Sesekali Irsya
memegang tangan karibnya. Dingin..terasa dingin. Untungnya Putri adalah
karib yang cekatan mengerti kondisi Irsya yang memang baru pertama kalinya di
ajak bertemu oleh seorang ikhwan.
“Banyak berdzikir Sya… Tenang dan tarik napas pelan-pelan. OK” Senyum manis
tergambar dari wajah Putri saat itu.
Semakin
dekat dengan tempat ikhwan itu duduk. Ternyata mereka sedang asyik ngobrol
hingga tak sadar akan kedatangan mereka berdua. Dengan terpatah-patah dan
sekuat tenaga Irsya mengawali dengan salam “Assalamu’alikum”. Kedua ikhwan itu
sempat kaget dan terdiam sesaat.
“Oh..wa’alaikumsalam ukh. Silahkan duduk di sana saja.”
“Iya syukron.”
Irsya dan Putri perlahan-lahan duduk berjajar. Pandangan
Irsya tak sekalipun tertengok pada Ikhwan itu. Irsyapun tak banyak bicara dan
memang sengaja memilih diam terlebih dahulu. Sesaat semuanya diam dan hening.
Perasaan yang campur aduk semakin di rasakan oleh Irsya. Untungnya ada hijab
yang membentengi mereka sehingga tak terlalu nampak wajah tegang Irs a saat itu.
“Ehm..mungkin kita buka dulu saja ya.” Suara berat itu mencoba mengawali.
“Assalamu’alaikum wr.wb”
“Wa’alaikumsalam wr.wb” Ketiganya menjawab serempak
“Baikkalah pertama Ana ucapkan Jazakallah atas kesediaan Ukhty Irsya dan Ukhty
Putri untuk memenuhi undangan Ana. Afwan jika sudah menyita waktunya.Mungkin
langsung saja pada pokok pembicaraan. Sebelumnya ana mau bertanya, Apakah Ukhty
Irsya sudah mengetahui apa yang akan Ana bicarakan? ”
Terkaget dengan pertanyaan
itu. “E… belum Akh!” Singkat jawaban dari Irsya
karena memang Ia tak tahu apa yang akan di bicarakan.
“Oh..baiklah kalau Anti belum tahu. Sebelumya Ana meminta maaf dulu dengan apa
yang akan Ana bicarakan ini.” Diam sesaat. Ntah apa yang dipikirkan. Mungkin
saat itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pembicaraan. Irsya
semakin bergetar dan mencoba untuk tak henti-hentinya menyebut nama ALLAH.
“E.. jadi begini Ukhty. Ana ingin menyampaikan kalau Ana ingin ber Ta’aruf
dengan Anti”
Bagai
disambar petir hati Irsya setelah mendengar kata Ta’aruf. Sekujur badannya
menjadi lemas. Ada angin bahagia, terkejut dan juga kesedihan yang kala itu
datang secara bersamaan.
“Iya..itu Ukh, Niatan dari Ana. Ya.. tentunya niatan ini suci. Ana anggap anti
masuk ke dalam kriteria. Sekarang monggo Anti tanggapi dan mungkin langsung
saja Ana menanyakan apakah bisa diteruskan atau tidak?”
Masih diam dan hanya diam
saja. Irsya kehabisan kata-kata untuk menanggapi niatan suci itu. Putri yang
melihat karibnya seperti itu langsung bereaksi memberikan sentuhan hangat di
punggung Irsya. Akhirnya Irsyapun beranjak dari kebisuannya.
“Iya Akh. Sebelumya Ana ucapkan Jazakallah, antum sudah menyampaikan niatan
tersebut. Sepakat jika antum menyebutnya sebagai niatan suci. Oh..ya apakah ana
boleh minta waktu untuk menjawab pertanyaan antum tadi?”
“Lho..kenapa harus ada waktu Ukhty. Ini kan hanya proses ta’aruf. Semuanya
masih bisa menolak Ukh. Sampai nanti pada tahap khitbah pun anti bisa
menolaknya. Tidak ada ikatan kan dalam proses ini. Ana pikir tidak perlu waktu
untuk memutuskan bisa lanjut atau tidak. Kalaupun tidak juga Ana siap
menerimanya Ukhty.”
Semakin
bingung Irsya menanggapinya. Ia tak bisa memutuskan dengan secepat itu. Ia
harus berpikir terlebih dahulu. Akhirnya Irsya meminta waktu sebentar saja.
Irsya danPutri langsung meninggalkan tempat mereka berbicara.
Percakapan antara Irsya dan Putri terlihat sangat serius. Putri mencoba
memberikan support kepada Irsya untuk mengambil jalan yang terbaik. Putri
memberikan masukan-masukan tentang siap tidaknya Irsya jika menjalani proses
tersebut. Sedangkan Irsya berpikir hingga jauh ke depan. “Ta’aruf itu gerbang
menuju pernikahan Put. Dalam prosesnyapun tidak diperkenankan lama-lama hingga
menuju proses pernikahan walaupun memang tidak ada aturan tentang tenggang
waktu karena masalah waktu bisa disepakati bersama. Sedangkan aku belum sama
sekali terpikir kearah sana. Berita ini membuat ku kaget dan tak menyangka
sebelumnya. Aku masih harus berpikir bagaimana keluargaku, Ayah, Ibu dan
adik-adikku. Lagi pula orang tua ku tidak mengizinkan aku untuk menikah
secepatnya karena mereka sangat berharap pada ku untuk perekonomian keluargaku.
Kalaupun kami nantinya bisa saling sepakat tapi apakah iya semuanya akan tahan
terhadap godaan dan maksiat yang mungkin akan di jalani selama 4 tahun ke
depan? ”
Begitulah
singkatnya dialog antara mereka berdua hingga dengan mengucapkan BISMILLAH
Irsya sudah menetapkan keputusan final dalam hatinya. Entahlah keputusan yang
diambil dalam waktu yang singkat itu akan berdampak apa. Akhirnya mereka
kembali ke tempat semula. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, Irsya memulai pembicaraan.
“Sebelumya afwan, Ana sudah mempunyai keputusan apakah bisa di lanjut atau
tidaknya(Diam). Ana memutuskan untuk “TIDAK”.” Angin segar menembus celah-celah
hatinya. Ia lantang dan terdengar mantap saat mengatakan TIDAK.
“Oh..baiklah ukhty” Suara ikhwan itu menjadi berat dan pelan. “Syukron atas
tanggapannya. Afwan kalau boleh tahu apa alasanya Ukhty?”
“Sejujurnya ana belum berpikir hingga ke situ Akh dan Ana belum dapat restu
dari orang tua serta banyak pertimbangan-pertimbangan yang lain yang Ana tidak
bisa ungkapkan di sini. Afwan”
“Oh..iya Ukh. Kalau memang itu keputusan anti dan Ana pun juga tidak meminta
lagi Ukh. Yang terpenting sekarang adalah ana sudah menyampaikan niatan ini ke
anti. Ana juga takut dengan godaan-godaan syaithon jika hal ini tidak Ana
komunikasikan karena memang niatan ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Dan Ana
tidak menyangka jawaban anti akan seperti itu. Ya sudah Ukhty.. itu saja yang ingin
ana sampaikan. Sekali lagi Jazakallahu atas waktu yang telah diluangkan.
Ditutup saja dengan istighfar dan penutup majelis.”
Kedua ikhwan itu langsung
berdiri dan beranjak pergi dari tempat itu. Irsya dan Putri tetap pada
posisinya. Irsya ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Irsya meminta kepada
Putri untuk menemaninya sesaat dan Ia mengungkapkan kebimbangan hatinya.
Mengenai keputusan yang Ia ambil itu salah atau benar. Apakah tidak secara
sepihak Ia memutuskan hal tersebut. Menyakitkan atau tidak dan lain-lain.
Pikiran Irsya jauh melayang-layang dengan segala kekhawatirannya. Putri yang
tahu kondisi karibnya sedang labil memilih menjadi pendengar yang baik terlebih
dahulu. Putri membiarkan Irsya berbicara panjang dan lebar, tak pernah
sekalipun Putri memotong pembicaraan Irsya. Ketika Irsya menyadari bahwa hari
semakin petang barulah Dita mengakhiri celotehannya. Di saat itulah Putri
memberikan sebuah respon atau lebih tepatnya penguatan kepada Irsya.
“Sya… Benar atau salahnya keputusan yang kita ambil dalam hidup ini hanya ALLAH
yang tahu. Kita sebagai hambaNYA hanya bisa ikhtiar sembari berdoa. Sepantasnya
kita menyerahkan semuanya pada Rabb kita. Allah ingin kamu merasakan fase
hikmah sebelum datang KEYAKINAN yang sesungguhnya.” Lembut suara Putri sehingga
seketika itu juga Irsya meneteskan air mata dan langsung memeluk erat-erat
karibnya.
“Jazakillah ya Put…Sebenarnya berat harus memikul amanah ini Put. Tapi aku anak
sulung yang harus kuat dihadapan adik-adikku dan juga kedua orang tuaku. Tak
tahu pengorbanan untuk menunda yang sebenarnya menjadi keinginanku juga apakah
keputusan yang baik atau tidak ku serahkan semua pada Allah. Nantinya aku tak
mau membebani semuanya.” (Ucap Irsya yang semakin lemas)
Irsya masih dalam buaian renungan yang dalam.
sekarang sudah pukul 03.00 tapi mata Irsya
juga belum bisa terpejamkan. Laptopnya masih menyala dan alunan nasyid
masih setia menemani kegalauan Irsya. Alarm HPnya berbunyi seketika membuat
Irsya tersadar. Sudah saatnya Qiyamul Lail. Tanpa berpikir panjang Irsya
bergegas mengambil air wudhu, menyegarkan badannya dengan dinginnya air.
Sajadah Ia bentangkan, Mukena Ia pakai dan menarik napas dalam untuk
menenangkan diri. Berniat untuk mengadu pada Sang Khalik atas segala kegalauan
yang sedang Ia rasakan itu.
“Ya..Rabb.. Hamba mohon ampun atas segala Dosa yang telah hamba lakukan. Hamba
lemah ya Rabb tanpaMU. Hamba mohon Ampunilah diri ini.”
Sebab sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa, sedang aku tidak berkuasa; Engkau Maha
Tahu sedang aku tidak tahu; Engkau Maha Mengetahui semua hal yang ghaib. Ya
Allah jika Engkau mengetahui“Ya Alloh sesungguhnya aku memohon pada MU kiranya
Engkau berkenan menetapkan pilihan yang terbaik untukku berdasarkan ilmu MU;
memohon kepada MU kemampuan untuk bisa meraihnya dengan kekuasaanMU; dan
memohon kepada MU agar aku memperoleh karunia yang agung. urusan itu terbaik untukku dalam agamaku,
kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka tetapkanlah urusan tersebut untukku
dan mudahkanlah untukku. Lalu berkahilah dia untukku. Sebaliknya Engakau Maha
Tahu bahwa urusan ini buruk untukku dalam agamaku, kehidupanku dan kesudahan
urusanku, maka jauhkanlah tersebut dariku. Dan jauhkanlah aku darinya.
Tetapkanlah kebaikan untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha
dengannya.”
Irsya mengakhiri Doanya dalam
sujud yang panjang sembari menitikkan air mata yang yang semakin deras. Irsya
merasakan sangat dekat dengan Rabbnya. Hingga Adzan Shubuh berkumandang Irsya
masih khusyuk dengan aduan pada Rabbnya. Dalam hatinya berkata “KU NANTIKAN KAU
DI BATAS WAKTU”
Comments
Post a Comment